Peran Komisi DPR Lamban Respon Hasil Telaahan BAKN

04-03-2014 / B.A.K.N.

Peran Komisi DPR dinilai lamban dalam merespon hasil telaahan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), bahkan dari 11 komisi baru 2 komisi yang sempat membuat Panitia Kerja (Panja) telaah BAKN untuk dibahas dengan mitra kerjanya.

Demikian disampaikan Roy Salam, Deputy Indonesia Budget Center (IBC) dalam dengar pendapat umum dengan BAKN DPR yang dipimpin Ketuanya Sumarjati Arjoso di Ruang rapat BAKN, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (4/3).

Dalam makalahnya bertajuk Menggagas Perubahan BAKN Yang Lebih Kuat, Efektif Dalam Melakukan Pengawasan Keuangan Negara, Roy Salam lebih lanjut mengatakan, secara kuantitas SDM di BAKN saat ini untuk menelaah sekian banyak laporan hasil temuan BPK masih sangat kurang. “Dengan hanya 9 anggota BAKN dan 5 orang tenaga ahli harus memeriksa sekitar 1.800 laporan audit pertahun, bebannya cukup berat,” ujarnya.

Masukan Koalisi IBC termasuk didalamnya Peneliti Senior PSHK Ronald Rofiandri, selain sebagai masukan untuk penguatan BAKN juga sebagai masukan revisi UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Roy juga mengatakan bahwa BAKN belum mendapatkan kewenangan penuh untuk menindaklanjuti rekomendasi yang dihasilkannnya kepada pemerintah.

Hambatan utama adalah terhadap Komisi yang memiliki konflik kepentingan. “Ini harus dipecahkan, misalkan dengan langsung meminta Pimpinan DPR memfasilitasi tindaklanjut rekomendasi BAKN,” tandas Roy.

Menanggapi masukan tersebut ditanggapi anggota BAKN Fahri Hamzah dan AW Thalib sependapat untuk meningkatkan peran BAKN yang lebih kuat dalam pengawasan keuangan negara. Meski demikian mereka berharap masukan dari IBC bisa dirumuskan lebih komprehensif sehingga bisa lebih mewarnai fungsi pengawasan DPR sesuai keinginan rakyat.

AW Thalib menambahkan,  seharusnya BAKN lebih kuat dari yang diawasi. “Pengawasnya harus lebih pinter dari yang menganggarkan. Kita sudah mulai, lewat revisi RUU MD 3 kita letakkan harapan pada Pansus,” katanya dengan menambahkan penguatan itu  tidak hanya untuk DPR tetapi juga DPRD yang hingga kini belum memiliki alat kelengkapan pengawas  BadanAkuntabilitas Keuangan Daerah.

Fahri Hamzah yang juga Wakil Ketua Pansus RUU MD3 menyatakan, revisi UU MD3 ingin mengubah falsafah dari Dewan di masa orde baru yang masih sangat kental dalam UU MD3. RUU MD3 tahun 2014 ini prinsipnya DPR harus lepas dari hal-hal yang menciptakan ruang untuk tidak transparan kepada konstituen. “Yang harus transparan adalah Dewan kepada publik, karena itu basisnya adalah individual, sehingga basis pemeriksaan dan penggunaan anggaran termasuk kewenangan harusnya pribadi,” katanya.

Ditambahkan, kalau mau menggunakan BPK sebagai instrumen yang melekat dengan parlemen, maka harusnya BAKN juga yang harus memilih anggota BPK.  “ Maka dalam revisi UU BPK , saya setuju jangan banyak politisi karena itu karir orang,” pungkas Fahri. (mp)/foto:rizka/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Dukung Swasembada dan ROA 1,5 Persen di 2025, Aset Idle Perhutani Harus Dioptimalkan
22-08-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Bogor –Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Sohibul Imam, menekankan pentingnya seluruh BUMN...
Herman Khaeron: Kerja Sama Perhutani Harus Transparan, Banyak Kawasan Tak Beri Benefit
21-08-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Bogor –Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Negara (BAKN) DPR RI, Herman Khaeron, menegaskan kunjungan kerja BAKN ke kawasan Perhutani Sentul,...
BAKN DPR RI Desak Perhutani Perbaiki Tata Kelola, Tindaklanjuti Temuan BPK
21-08-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Bogor – Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Perum Perhutani di Sentul, Bogor,...
Arjuni Sakir Ungkap Potensi Bias Pemeriksaan dalam Proses Penilaian Profesional BPKP
23-07-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pemeriksaan Keuangan dan...